Pendakian
adalah salah satu bentuk kategori dari kegiatan olahraga yang mempunyai unsur
petualanga di alam bebas. Pada berbagai artikel pengertian tentang kegiatan
pendakian ini, sering di definisikan sebagai bentuk kegiatan untuk memcapai
puncak tertnggi dari suatu gunung yang di daki. Akan tetapi pengertian luas
dari kegiatan yang berbasiskan mountaineering itu sendiri bukan hanya terpaku
dari pendakian saja yang di utamakan sebagai halnya berbagai pendapat serta
anggapan mereka yang awam tentang out door activity. Disini juga kita dapat
mengenal serta menambah wawasan akan berbagai adat istiadat penduduk setempat
dari daerah gunung yang kita daki.
Kegiatan pendakian yang berbasiskan mountaineering ini popular setelah Sir
Alfred Wails dengan kelompoknya berhasil dalam pendakiannya ke puncak tertinggi
dari gunung Wetterhorn ± 3.708 M.dpl, pada tahun 1854. Kemudian di susul dengan
berdirinya British Alpine Club pada tahun 1857. Pendakian yang terkenal pada
abad ke 19 adalah pendakian pada tahun 1865, yang menakjubkan sekaligus
memilukan atas pendakian mencapai puncak gunug Matterhorn ± 4.478 M.dpl, yang
dilakukan oleh sekelompok pendaki dengan di pimpin oleh Edward Whymper. Ketika
turun tali pengaman yang mereka pergunakan putus. Kejadian itu mengakibatkan 4
orang dari ke tujuh anggota team mereka tewas dalam insiden berdarah tersebut.
Sejak pendakian yang penuh tragedy itu, mulailah banyak para pendaki yang
mencoba mencapai puncak-puncak gunung di berbagai gunung di belahan penjuru dunia.
Pada tanggal 8 Juni 1924, untuk pertama kalinya sejarah ekspedisi pendakian
mencapai atap dunia (Mount Everest) telah meminta korban nyawa George Mallory
dan Andrew Irvine yang berkebangsaan Inggris. Kurang lebih 75 tahun kemudian
setelah ekspedisi berdarah tersebut atau tepatnya 1 Mei 1999 pukul 11 siang
waktu setempat, suatu team ekspedisi penelusuran kembali jejak kedua orang
pendaki Inggris yang telah menjadi suatu legenda abadi di Mount Everest itu,
telah berhasil menemukan jenazah George Mallory pada ketinggian lebih dari 8000
M.dpl. Ekspedisi tersebut di bawah pimpinan Eric Simmonson dengan beranggotakan
team yaitu Conrad Anker, Tap Richard, Jack Norton, Dave Hahn dan Andy Politz.
Meskipun misi dari ekspedisi tersebut telah dapat dikatakan sukses, tetapi
belum dapat menguak fakta sepenuhnya. Sampai saat ini hal tersebut masih
menjadi misteri yang belum terjawabkan, apakah pada pendakian yang dilakukan
mereka berdua waktu itu telah berhasil mencapai puncak atau belum. Tetapi ada
satu hal yang patut kita catat dan kita garis bawahi, bahwa untuk ukuran waktu
itu pendakian mereka tersebut sudah merupakan prestasi yang luar biasa. Ada
sebuah indikasi yang menunjukkan bahwa mereka berdua itu telah berhasil
menembus titik ketinggian lebih dari 8.500 M.dpl, Atau sekitar lebih 300 M lagi
dari puncak utama Mount Everest yang mempunyai ketinggian ± 8.848 M. dpl.
Akhirnya pada tanggal 29 Mei 1953 sejarah mencatat untuk pertama kalinya puncak
Mount Everest dapat tercapai oleh suatu team ekspedisi yang dipimpin oleh
Kolonel Hunt Hillary atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sir Edmund Hillary
yang berkebangsaan Inggris bersama seorang sherpa (atau porter) yang bernama
Tenzing Norgay yang berkebangsaan Nepal berhasil mencapai puncaknya yang
mempunyai ketinggian ±8.848 M. dpl.
Di Indonesia ada beberapa orang pendaki yang menyandang nama besar dan telah
cukup melegenda di hati para penggemar kegiatan olahraga di alam bebas yang
berbasiskan Mounteenering ini. Seperti nama Norman Edwin serta Didiek Samsu.
Mereka tercatat sebagai salah seorang anggota Mahasiswa Pecinta Alam, di bawah
bendera Universitas Indonesia (Mapala UI). Program kegiatan dari Mapala UI,
adalah melakukan serangkaian proyek ekspedisi pendakian dengan target tujuh
puncak dari ke tujuh benua atau lebih di kenal dengan istilah Seven Summits.
Pada bulan April 1992, mereka berdua tewas pada ekspedisi pencapaian pucak
gunung Aconcagua dan juga merupakan salah satu target dari ke tujuh puncak
benua yang mempunyai ketinggian ± 6.959 M. dpl, di Chili Amerika Selatan.
Selain itu nama Asmujiono cukup pula berkibar. Pria kelahiran Tumpang Kabupaten
Malang yang tercatat sebagai anggota team Ekspedisi Merah Putih dari kesatuan
Kopassus Indonesia dengan pangkat Pratu, telah tercatat sebagai orang pertama
di Indonesia Yang berhasil mencapai puncak Mount Everest dari total keseluruhan
team yang terlibat dalam ekspedisi itu sendiri.
Reinhold Messner yang lahir pada tanggal 14 September 1944, di sebuah kota
kecil di Negara Italia bagian utara, adalah sosok petualang sejati. Dia seorang
pria yang tak kenal istilah kata kompromi untuk merealisasikan obsesinya.
Segudang prestasi besar telah Dia persembahkan di dalam sejarah dunia
mountaineering. Keseluruhan dari ke 14 puncak tertinggi dalam dataran
pegunungan Himalaya yang dikategorikan wilayah Death Zona telah dicapainya.
Beberapa di antaranya dia lakukan sendiri serta tanpa mengenakan tabung
oksigen. Seperti kita ketahui bahwa pada daerah yang mempunyai ketinggian lebih
dari 8.000 M. dpl, kadar daripada oksigen itu sudah sangat menipis. Sehingga
sangatlah sulit bagi paru-paru seorang manusia untuk dapat bernafas serta
menyerap oksigen bagi kebutuhan hidup. Sejak tahun 1970, dia mencoba
merealisasikan obsesi pendakian ke 14 puncak yang kesemuanya mempunyai
ketnggian lebih dari 8.000 M.dpl, sampai dengan tahun 1986, atau lebih kurang
selama 16 tahun. Atas segudang prestasi yang telah dia persembahkan tersebut,
maka tidak terlalu berlebihan jika Reinhold Messer pantas memperoleh predikat
Dewa Gunung atau Sang Guru bagi seluruh penggemar kegiatan olahraga petualangan
alam bebas yang berbasiskan mountaineering di dunia.
Di Indonesia out door activity mulai dikenal oleh masyarakat luas tahun 1964.
Ketika para pendaki dari Indonesia dan Jepang berhasil mencapai salah satu
puncak yang terdapat dalam jajaran pegunungan Jayawijaya yaitu puncak gunung
Soekarno. Adapun nama para pendaki dari Indonesia adalah Soedarto, Sugirin dan
Fred Ataboe. Dan pada tahun yang sama pula mulailah berdiri berbagai
perkumpulan yang berorientasikan kegiatan di alam bebas. Dengan dimulai dengan
berdirinya Mahasiswa Pecinta alam Universitas Indonesia atau biasa disebut
Mapala UI di kota Jakarta dan Wanadri (untuk umum) di kota Bandung. Dan tidak
lama kemudian mulailah berdiri berbagai perkumpulan yang berorientasikan
kegiatan di alam bebas di seluruh penjuru tanah air. Hal ini semakin
membuktikan jika jenis kegiatan out door activity ini telah dapat diterima luas
oleh masyarakat di Indonesia. Salah satu dari jenis kegiatan out door activity
ini adalah pendakian yang berbasiskan mountaineering.
Dalam melakukan kegiatan petualangan di alam bebas atau out door activity ini,
kita dituntut untuk mempunyai nyali serta naluri yang tajam. Dan juga di
butuhkan suatu unsur ketabahan, ketenangan serta mental yang luar biasa dari
diri kita dalam praktenya di lapangan. Tentu juga kita tidak dapat menyepelekan
factor dari ketahanan fisik kita sendiri, yang di tuntut agar selalu dalam
kondisi prima. Selain iu juga di butuhkan persiapan yang matang dalam segala
aspek. Maksud dan tujuannya adalah untuk memperkecil tingkat resiko pada waktu
nanti kita telah berada di medan sesungguhnya. George Mallory mengibaratkan
gunung sebagai suatu kanvas, dan para pendaki adalah seniman yang harus mengisi
kanvas tersebut dengan kreativitasnya. Dan di situlah nantinya manusia seolah
berhadapan dengan suatu bentuk kemuliaan yang sudah tidak pasti tidak akan kita
temukan dalam bentuk olahraga lainnya.
Hasil survey serta laporan dari suatu data statistic semakin memperjelas hal
ini. Hampir 50% mereka yang tetap eksis serta konsisten dalam melakukan
pendakian, telah menemui ajalnya pada saat melakukan kegiatan olah raga
petualangan di alam bebas yang berbasiskan mountaineering ini.