Mungkin masih banyak yang belum kenal siapa Clara Sumarwati, dari mana asalnya? ko harus menceritakan Clara Sumarwati? memang banyak masyarakat Indonesia yang tak mengenal Clara Sumarwati,
Tapi wanita yang satu ini adalah salah satu wanita tertangguh di Indonesia.
dialah wanita pertama dari Indonesia
(bahkan Asia tenggara) pertama yang pernah
mendaki sampai di puncak Everest. Dialah wanita Indonesia pertama yang menginjak
puncak Everest pada ketinggian 8.848 meter. Prestasi besar itu ia raih pada
tanggal 26 September 1996.
Lahir tanggal 6 Juli 1967 di Yogyakarta, anak ke-6 dari delapan putera-puteri pasangan
Marcus Mariun dan Ana Suwarti. cita-cita Clara sewaktu kecil adalah menjadi
ahli hukum, tetapi ia tidak bisa menolak ketika kakak laki-lakinya
menyekolahkannya di Universitas Atmajaya jurusan Psikologi Pendidikan. Saat
kuliah ia ingin menjadi pembimbing dan juru konseling di SMU. Tetapi begitu
lulus universitas di tahun 1990, haluannya sama sekali berubah ketika ia gabung
dengan ekspedisi pendakian gunung ke puncak Annapurna IV (7.535 meter) di
Nepal. Rekannya, Aryati, berhasil mencatatkan diri sebagai perempuan Asia pertama yang mencapai puncak itu pada tahun 1991.
Pada Januari 1993, Clara bersama tiga pendaki puteri Indonesia
lainnya menaklukkan puncak Aconcagua (6.959 meter) di pegunungan Andes, Amerika Selatan.
Sebenarnya pendakian Everest
tahun 1996 itu bukan ekspedisi Everest yang pertama bagi Clara. Pada tahun
1994, ia bersama lima orang dari tim PPGAD
(Perkumpulan Pendaki Gunung Angkatan Darat) berangkat tetapi hanya mampu
mencapai ketinggian 7.000 meter karena terhadang kondisi medan
yang teramat sulit dan berbahaya di jalur sebelah selatan Pegunungan Himalaya
(lazim disebut South Col). Kegagalan mencapai
puncak ini justru membuat Clara
Sumarwati semakin penasaran dan bercita-cita untuk
mengibarkan Merah-Putih di puncak Everest pada 17 Agustus 1995, tepat 50 tahun Indonesia
merdeka. Sebanyak 12 perusahaan ia hubungi waktu itu untuk mendapatkan sponsor.
Biaya yang ia butuhkan tidak sedikit, mencapai Rp 500 juta, karena memang
segitulah biaya yang harus dikeluarkan siapa pun yang ingin menaklukkan Everest
waktu itu. Tidak ada jawaban. Menurut Clara, bahkan ada pihak perusahaan yang
meragukan kemampuannya sehingga enggan memberi sponsor.
Setelah merasa cukup dengan
latihan kerasnya, ia dan tim pendaki kemudian berangkat ke tibet untuk
memulai pendakianya. setelah beberapa hari singgah di tibet, akhirnya pada
tanggal 26 agustus 1966, Clara beserta rombongan dari Indonesia dan berbagai
negara lainya memulai pendakianya menuju puncak everest
Bersama para pendaki lainya, Clara menghadapi
berbagai rintangan dalam pendakian, mulai dari tebalnya salju yang menghadang,
dinginya cuaca lereng everest yang bisa sampai mencapai minus 40 derajat, serta
derajat kemiringan di puncak yang bisa mencapai 80 derajat. perjuanganya dari
basecamp ke 1 sampai basecamp ke 7 hingga pada akhirnya ia sampai di puncajk
everest memang sangat mengagumkan, tak banyak wanita yang bisa mencapai puncak
everest. perjuanganya selama 52 hari dalam mendaki puncak everest akan selalu
dikenang.
Dan sekembalinya di Indonesia,
Clara langsung menghadap Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia, Wismoyo
Arismunandar. Pada tahun itu juga ia menerima penghargaan Bintang Nararya atas
prestasi gemilang yang dicatatnya.
Tapi nasibnya Clara sekarang sungguh berbeda 180
derajat, kini Wanita Indonesia dan Asia Tenggara pertama yang berhasil mencapai
Puncak Everest itu mengalami gangguan jiwa. Clara kini menjalani perawatan di
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof dr Soerojo, Magelang, Jawa Tengah. Direktur
Medik dan Keperawatan RSJ Prof dr Soerojo, Magelang, Bella Patriajaya
mengatakan, Clara adalah pasien kambuhan yang sudah tiga kali ini menjalani
perawatan di RSJ. Gangguan jiwa yang dideritanya beberapa kali kambuh karena
dia tidak rutin mengonsumsi obat.
"Namun, sejauh ini, kami belum bisa menyimpulkan faktor pemicu apa yang
menyebabkan Clara mengalami gangguan jiwa," ujarnya,
Clara pertama kali masuk dan dirawat di RSJ pada 1997. Selama di RSJ, dia pun
kerap bercerita bahwa dia pernah mendaki Gunung Everest. Namun, ceritanya kerap
diabaikan oleh para tenaga medis karena dianggap hanya sebagai bagian dari
khayalannya.
"Kami pun bertambah tidak percaya karena pihak keluarganya sendiri
menyangsikan dia pernah mendaki gunung," ujarnya.
Prestasi Clara dan keberadaannya sebagai sosok istimewa yang pernah
mengharumkan nama bangsa baru terungkap pada minggu lalu ketika ada sejumlah
tim penilai pemuda pelopor dari Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga yang
datang untuk menilai Poppy Safitri, wakil kontingen Jawa Tengah untuk lomba
pemuda pelopor tingkat nasional. Salah satu aktivitas Poppy adalah mengajar
tari di RSJ. Dalam kunjungan ke RSJ itulah, salah satu anggota tim mengenali
sosok Clara.
Sekarang ini, Clara sudah menjalani perawatan di RSJ selama dua minggu. Kendati
kondisinya membaik, keluarga menolak menjemputnya karena khawatir sewaktu-waktu
Clara kumat kembali.
Surat penolakan
menjemput ini bahkan dilampiri keterangan dari RT dan RW setempat dari alamat
tempat tinggalnya di Minggiran, Sleman, DIY, yang menyatakan lingkungan
sekitarnya juga menolak keberadaan wanita ini kembali.
Menurut Bella, ini merupakan kondisi yang rutin dialami pasien di RSJ. Dengan
berbagai kejadian semacam ini, dapat disimpulkan bahwa selain beban gangguan
jiwa yang dialaminya, pasien sebenarnya menanggung masalah yang lebih besar,
yaitu beban sosial karena ditolak oleh lingkungannya.
"Ini lumrah terjadi pada pasien gangguan jiwa mana pun, termasuk mereka
yang berprestasi seperti Clara," ujarnya.
Dalam pencarian informasi di google.co.id, terdapat 889 keluaran yang
menyebutkan bahwa Clara Sumarwati adalah pendaki asal Indonesia dan Asia
Tenggara pertama yang berhasil mencapai Gunung Everest di ketinggian 8.848
meter di atas permukaan laut. Atas prestasinya ini, dia mendapatkan penghargaan
Bintang Nararya dari pemerintah.
Kita Doakan saja, semoga clara
cepat sembuh dan dapat kembali mengukir prestasi yang lebih tinggi bagi
Indonesia.